Membangun Habit Menulis

Saya Riani Aprianti Nurhasanah seorang manusia berotak dangkal yang sedang berusaha membangun habit menulis. Saya memang bukan orang yang pandai dan cermat dalam merangkai frasa menjadi sebuah prosa. Namun saya sedang berusaha menuangkan pikiran saya menjadi sebuah tulisan yang mungkin bermanfaat untuk sesama. Saya tidak pernah mampu menyelasaikan tulisan saya sampai selasai. Saya selalu merasa ” getting stuck” setiap kali saya akan mengembangkan ide-ide saya. Selain itu, ketika kepala saya menemukan sebuah gagasan, saya selalu “dipertemukan” dengan tulisan yang menunjukan bahwa gagasan tersebut telah dikembangkan oleh orang lain. Keorisinilan gagasan selalu menjadi permasalahan bagi saya. Pengembangan gagasan memang selalu diinovasikan, ditambah dan dikurang sesuai dengan pola pikir sang author. Apakah hanya saya saja yang merasakan hal seperti ini? Saya rasa TIDAK. Semua orang pasti pernah merasakan apa yang saya rasakan. Tapi mereka mampu memikirkan inovasi yang lain. Pengembangan gagasan bukan sekedar saling dahulu mendahului tapi bagaimana mengemas suatu gagasan menjadi karya yang dapat dipahami olah khalayak.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)